Perjalanan bangsa Indonesia selalu menghadirkan orang-orang luar
biasa yang menghiasi sejarah kita dengan ketekunan mereka yang langka
dibandingkan zaman kita saat ini, kesabaran yang tidak berujung,
keyakinan yang teguh, seolah-olah mereka sudah melihat akhir perjuangan
mereka, kepedulian akan nasib sebangsa yang membuat mereka jarang tidur
dengan nyenyak, dan yang paling mengagumkan dari itu semua adalah mereka
melakukannya atas nama tugas sebagai seorang muslim yang tidak lain
hadir ke dunia ini untuk menegakkan yang benar, menyebarkan keadilan,
menyuburkan manfaat, dan membebaskan manusia dari penjajahan yang
sebenarnya wujud lain dari sikap arogan untuk menjadikan sebagian
manusia menjadi hamba dari sebagian manusia yang lain.
H.O.S Cokroaminoto adalah pemimpin umat yang rumahnya sederhana dan
berada di gang. Pemuda Soekarno adalah orang yang tidak lupa dengan
perkataan insya ALLAH dan mempopulerkan peci sebagai identitas bangsanya
yang sebagian besar muslim sekaligus menunjukkan pada penjajah bahwa
dirinya tidak malu mewakili rakyatnya yang dianggap hina saat itu .
Pemuda Hatta adalah lulusan barat yang tidak merasa sungkan ketika
dalam jamuan bersama kolega-kolega asingnya ia makan dengan menggunakan
tangannya, sebagaimana Rasul junjungannya, di hadapan rekan – rekannya
yang tertawan untuk mengikuti adab ‘orang terhormat’ di meja makan.
Haji Agus Salim adalah seorang suami yang membuat istrinya tersipu
ketika ia sering mencium mesra pipi istrinya di keramaian, dengan
beralasan Rasulullah Saw sendiri sering menunjukkan kemesraan terhadap
istrinya di hadapan umat.
Pemuda Natsir adalah pemimpin pemerintahan termuda dalam sejarah
Indonesia ketika ia menjabat perdana menteri dalam usia 41 tahun, atas
jasanya mempersatukan kembali bangsa Indonesia yang sebelumnya
terpecah-pecah dalam Republik Indonesia Serikat skenario Belanda di
Konferensi Meja Bundar, dan dikenal sebagai pejabat yang tidak malu
memakai baju yang bertambal.
Pemuda Hamka masih berusia 30 tahun ketika menghasilkan karya sastra
yang hingga kini menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura.
Sungguh tidak ada apa – apanya kepribadian pemuda masa kini jika
dibandingkan pendahulu-pendahulu kita. Lalu mengapa para pendahulu kita
dahulu begitu teguh pendiriannya dalam memperjuangkan keyakinan mereka
akan kebenaran? Mungkin jawabannya adalah mereka sadar bahwa bangsa
mereka sedang menghadapi masalah luar biasa ketika yang lain menganggap
masalah itu adalah hal biasa dan sudah turun temurun tidak terpecahkan.
Mereka sadar bahwa merekalah yang bertanggung jawab untuk membebaskan
bangsanya karena merekalah anak bangsa yang berjumlah sangat sedikit
yang sudah terdidik dan memahami apa yang tidak dipahami oleh mayoritas
bangsanya. Mereka sadar bahwa terlalu sia-sia kapasitas mereka jika
hanya diolah untuk diri mereka sendiri sedangkan mereka tahu pasti bahwa
rakyat membutuhkan kehadiran mereka untuk bersama-bersama menyelesaikan
persoalan. Mereka yakin bahwa jalan yang benar itu adalah jalan yang
terjal dan mendaki, yang tidak pernah lepas dari lontaran pesimisme
orang-orang sekitar, hinaan dan ejekan, keterasingan di tengah
keramaian, dan perendahan harga karakter seorang manusia ketika hanya
dinilai dari materi yang berhasil dikumpulkannya.
Sadar sama artinya dengan terjaga. Mereka yang tidak sadar adalah
mereka yang tidur pulas dalam buaian zaman tanpa pernah risau dengan
ujung perjalanan peran dan tugas mereka sebagai manusia. Mereka yang
tidak sadar adalah mereka yang terlalu sering mengabaikan hati kecil
sehingga sudah tidak sensitif lagi membedakan mana yang berarti dan
sejati, dan mana yang hanya berpura-pura dan semu. Mereka yang tidak
sadar adalah mereka yang mengendapkan idealisme dan hidayah yang tidak
semua manusia terpilih untuk memperolehnya. Mereka yang tidak sadar
adalah mereka yang menerjunkan diri dalam rutinitas tidak bervisi dan
membiarkan diri mereka sendiri tidak tahu kapan bisa keluar dari jeratan
aktivitas yang memosisikan kata hati pada urutan belakang.
Pemuda Islam yang sadar dan terjaga adalah pemuda yang berkalimat
tauhid. Pemuda Islam yang tidak terjaga adalah pemuda yang sudah lupa
dengan definisi ilah dari syahadatnya.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana ALLAH telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (tauhid) seperti pohon yang baik, akarnya
kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan
buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan ALLAH membuat
perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan
kalimat yang buruk (ber-ilah selain ALLAH) seperti pohon yang buruk,
yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap
(tegak) sedikitpun. ALLAH meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman
dengan ucapan yang teguh (tauhid) di dunia dan di akhirat; dan ALLAH
menyesatkan orang-orang yang zalim dan ALLAH berbuat apa yang dia
kehendaki. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar
nikmat ALLAH dengan ingkar kepada ALLAH dan menjatuhkan kaumnya ke
lembah kebinasaan ? Yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan
itulah seburuk-buruk tempat kediaman.“ (Q.S. Ibrahim 24 – 29)
Terbaharunya kebangkitan suatu bangsa tidak menunggu ketika seluruh
masyarakat bangsa itu bangkit dan bergerak tapi ‘hanya’ menunggu
tampilnya sekelompok pemuda yang memiliki kesadaran dan terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar